Tonton Videonya;
Mega Proyek Rel Kereta Api Makassar - Parepare Hampir Rampung, Kasus Pembebasan Lahan Masih Rancuh
TEROPONGKIKUJ.com, Maros - Sekelompok masyarakat berkumpul di Desa Marumpa Kecamatan Marusu Kabupaten Maros Sulawesi Selatan, Senin (06/06/2022).
Kelompok tersebut berjumlah kisaran 81 orang warga masyarakat pemilik lahan pembebasan rel kereta api yang masih belum menemui titik temu. Didampingi oleh tim pengacara, mereka berkumpul untuk menyampaikan keluh kesahnya selama menjalani proses mediasi.
Meski pengerjaan mega proyek itu sudah hampir rampung, sejumlah pemilik lahan tetap mempersoalkan proses pembebasan lahan termasuk harga ganti rugi.
Kuasa hukum 81 orang pemilik lahan, Sudirman menyebut, kliennya sama sekali tidak punya niat menghalangi proyek nasional itu. Namun, sejumlah oknum dari berbagai institusi telah bermain dan sengaja merugikan pemilik lahan.
"Perlu digarisbawahi kalau kami tidak pernah berniat menghalangi proyek itu. Tapi cara mereka memperlakukan rakyat sama sekali tidak dibenarkan baik secara kemanusiaan maupun aturan perundang-undangan," katanya.
Sudirman melanjutkan, selama tiga bulan melakukan verifikasi dokumen di lapangan, ditemukan banyak hal yang menyimpang.
Termasuk dugaan markup anggaran pembebasan lahan yang merugikan negara.
Ia mencontohkan, salah satu temuan mereka di lapangan, dimana ada bidang tanah yang dibebaskan hanya kurang dari 30 centimeter, namun dihargai Rp 400 juta. Belum lagi ada beberapa nama yang tidak memiliki lahan namun masuk terdata sebagai penerima hak,. "Ada banyak kerancuan yang kami temukan selama ini. Permasalahannya karena mulai dari pendataan bidan tanah hingga proses penyelesaian di pengadilan tidak dilakukan secara benar sesuai aturan," lanjutnya.
Tonton Video;
Sejauh ini, kata dia, sejumlah pemilik lahan dampingannya, belum mau mengambil uang ganti rugi yang dititipkan ke pengadilan.
Selain karena merasa tidak adil dan jauh dari harga pantas, proses awal pembebasan lahan itu juga dituding bermasalah.
"Iya tidak ada yang mau ambil. Lagi pula juga banyak yang sudah mau terima, tapi uangnya malah tidak ada di pengadilan. Nah persoalan mendasarnya memang karena harga yang diberikan ke mereka jauh dari kata layak," paparnya.
Meski saat ini upaya hukum pemilik lahan telah tertutup, Mereka mengaku akan terus berupaya membuktikan adanya tindakan melawan hukum yang dilakukan pemangku kebijakan dalam proses pembebasan lahan itu.
Merekapun telah bersurat dan melapor ke sejumlah instansi mulai dari Komisi Yudisial hingga ke Presiden Jokowi. Mereka berharap, dengan adanya temuan pelanggaran hukum yang mereka dapatkan, pemerintah pusat bisa membuat tim investigasi.
"Kalau laporan dari mereka ke atas itu semua aman-aman saja. Kita sudah bawa bukti sebaliknya, kalau pembebasan lahan kereta itu banyak masalah dan harusnya segera dibentuk tim diinvestigasi," jelasnya.
Selain itu, mereka juga mengancam akan membawa sejumlah bukti penyimpangan yang diduga merugikan negara ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dilakukan penyelidikan terkait isu markup dan salah bayar.
"Saat ini laporan kami masih di Bareskrim Polri. Kalau tetap tak ada respon, kami pasti akan laporkan ini ke KPK. Karena jelas semua proses yang dijalankan itu menggunakan anggaran negara. Kami juga akan ke komisi III DPR," ungkapnya.
Salah satu pemilik lahan, Salam mengaku dalam proses ganti rugi lahan namanya bahkan tidak termasuk dalam daftar penerima ganti rugi.
"Dalam proses ganti rugi saya tidak pernah dipanggil, padahal lahan tersebut adalah milik saya dibuktikan dengan rincik dan juga sertifikat," ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Balai Perkeretaapian Sulawesi Selatan melalui Humasnya, Laurentius yang dihubungi melalui pesan singkat dan telepon, belum memberikan keterangan.(*)